Iceberg
approach merupakan gunung esnya realistic matematika. Bagian yang paling bawah
adalah matematika konkret, bagian atasnya ada model konkret, kemudian model
formal, dan bagian yang paling tinggi adalah matematika formal. Objek
matematika konkret adalah benda yang sebenarnya, misalnya pohon. Pembelajaranya
dengan menanyakan berapa jumlah daun pada pohon ubi. Jika yang digunakan dalam
pembelajaran adalah foto atau gambar, maka pembelajaran tersebut menggunakan
model konkret karena telah dimanipulasi atau telah terkena campur tangan guru.
Jika sudah menuju ke bentuk penjumlahan, yang lapisan bawah, yang panjang
tangkainya sekian sentimeter, yang paling muda sekian jumlahnya, maka itu
merupakan bentuk formalnya.
Istilah iceberg berada
di negara Barat, sedangkan di Indonesia yang ada adalah gunung berapi.
Metafisik dari sebuah gunung adalah Tuhan. Orang Indonesia hidup dengan
berharmoni dengan alam.
Istilah
hermeneutika tidak hanya di dalam filsafat, namun dapat digunakan di bidang
yang lain, misalnya hermeneutika hidup, hermeneutika pembelajaran matematika,
hermeneutika berkeluarga, dan lain sebagainya. Hermeneutika berkaitan erat
dengan komunikasi sehingga jika komunikasinya jelek maka hermeneutikanya juga
jelek.
Dalam
hermeneutika orang tua dengan anak, orang tua berada di atas sedangkan anak
berada di bawah. Ada dua unsur dalam hermeneutika, yaitu lurus dan melingkar.
Lurus berarti kita tidak pernah mengulang hal yang sama dalam hidup kita karena
semuanya menembus ruang dan waktu. Batu dan ibadah pun menembus ruang dan
waktu. Jika kita berbicara mudah dan sulit, maka kita berbicara tentang
kesadaran. Selain itu, ruang dan waktu juga berdimensi. Melingkar berarti
berinteraksi. Bila yang di atas guru, maka yang di bawah murid. Bila yang di
atas kakak, maka yang di bawah adik. Bila yang di atas teori pendidikan, maka
yang di bawah guru mengajar. Bila yang di atas akherat, maka yang di bawah
dunia, dan seterusnya. Jika hermeneutika mengerucut, maka berarti kita harus
mendalami data, dan sriralnya mewakili observasi. Dari uraian tersebut,
diketahui bahwa hermeneutika terdiri atas yang ada dan yang mungkin ada. Ada
sebuah kisah antara belalang dan telurnya. Belalang tentunya mengetahui cara
merawat telurnya, ia pergi dan menengok serta meletakkan telurnya di bawah
tanah. Hal ini merupakan contoh hermeneutika antara belalang dan telurnya. Dalam
kehidupan kita, hermeneutika ada yang rutin. Contohnya adalah Senin ketemu
Senin, Kamis ketemu kamis, sore ketemu sore, dan sebagainya. Selain rutin,
hermeneutika juga ada yang merupakan pengembangan diri. Dalam filsafat, dikenal
dengan mengadakan yang mungkin ada atau membisakan yang mungkin bisa. Yang
mungkin ada juga meliputi yang ada dan yang mungkin ada.
Fenomena,
jika kita siap menerimanya menjadi hiburan, namun jika tidak siap maka akan
menjadi bencana. Jika siswa tidak siap menghadapi pembelajaran dalam apersepsi,
maka akan menjadi bencana. Namun jika siswa telah siap, maka akan menjadi
amusing. Cara agar siswa menjadi siswa adalah masuk ke dalam dunia siswa
Phenomenology
memiliki dua unsur, yaitu idealisasi dan abstraksi. Fenomena meliputi yang ada
dan yang mungkin ada. Hal-hal yang tidak baik dimasukkan ke dalam rumah epoche
sedangkan yang baik dilihat agar konstruktif.
Masalah
yang dihadapi saat ini adalah dunia pendidikan anak-anak masih dikuasai oleh
kaum absolutism. Kaum absolutism adalah kaum formal, kaum logisisme, kaum
rasionalisme, kaum platonisme, yaitu pure intuitif atau ilmu-ilmu dasar (basic
science). Hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah jika keputusan yang diambil
adalah keputusan yang bijak. Tugas guru adalah merebut kembali intuisi siswa
yang selama ini telah hilang dan menngembangkannya dengan berbagai cara.
Intuisi harus didahului dengan kesadaran, persepsi, dan sentraksi.
Bagian
yang atas adalah logika dan bagian yang bawah pengalaman sehingga pengalaman
bersifat kontingen, a posteriori dan empirical. Intuisi semakin lama akan
membentuk sebuah kategori. Menurut Imanuel khan, kategori ada 4, yaitu kategori
kuantiti, regulasi, koalisi, dan relasi.
Anak
kecil sudah memikirkan probability, yaitu kemungkinan. Jika sudah agak besar
maka menjadi mengapa, namanya absorsi (catatan). Apodikti adalah berpikir
Matematika, yaitu kepastian. Intuisi bersifat naik, yaitu superserve. Namun
jika telah berada di pikiran menjadi turun karena telah digunakan, maka menjadi
subserve.
Permasalahan
pembelajaran Matematika di Indonesia adalah siswa dianggap sebagai antisesor
(tong kosong), yaitu dengan ilmu memegang erat-erat, kemudian dituang. Namun
seharusnya dengan membiarkan ilmu itu tumbuh sendiri seperti pohon yang berasal
dari benih tumbuh menjadi pohon yang berbuah.
Untuk
aliran platonisme (idealism), obyek Matematika berada di dalam pikiran. Namun
lawannya adalah aliran yang meyakini bahwa obyek Matematika berada di luar
pikiran. Jika obyek berubah-ubah (aliran heraclitos), maka hal itu disebabkan
jasa dari Aristoteles. Namun jika obyeknya tetap, maka itu merupakan aliran
Plato (idealism).
Kesimpulannya,
dalam pembelajaran, guru perlu pemahaman tentang the lecture of school mathematics, realistic mathematics, constructive
mathematics. Guru harus memiliki gambaran jelas dari matematika di sekolah,
realistics matematika, pengajaran konstruktif. Guru perlu mengatur, presentasi,
dan mendemostrasikan pekerjaan siswa. Guru perlu mengembangkan variasi metode
untuk menyelesaiakan semua jenis masalah yang menyebabkan murid sulit
menggeneralisasi.